Senin, 28 Juni 2010

Pelaku Pornografi = Teroris

MERDEKA. FE – Kasus video panas yang diperankan artis populer Ariel Peterpan bersama dua teman wanitanya yang masih dalam pendugaan mirip dengan Luna Maya dan Cut Tari masih hangat diperbincangkan di tengah masyarakat luas. Tersebarnya video tersebut seakan menjadi faktor utama pendegradisian turunnya moral remaja. Bahkan pelaku pornografi maupun pornoaksi bisa diposisikan sebagai teroris. Sehingga sanksi dan penerapan hukumnya pun harus sama dengan teroris.
Hal itu diungkapkan Ketua Forum Umat Islam (FUI) Sumsel Ustadz H Umar Said saat menjadi salah satu narasumber talkshow ‘Ada Apa Denganmu, Menyikapi Pornografi Di Antara Popularitas’ di aula Stikes Bina Husada Palembang kemarin (28/6).
Menurutnya, dampak yang dihasilkan bagi moral remaja setelah melihat gambar berbau porno ini sangat besar. Apalagi saat ini perkembangan teknologi tanpa batas ini sangat pesat, sehingga pengaksesan video sangat mudah didapatkan oleh remaja yang pada umumnya masih mencari jati diri. “Remaja sangat dekat dengan teknologi, untuk mengerjakan tugas mau tidak mau harus menggunakan teknologi. Karena tidak ada benteng keimanan, saat hendak mengerjakan tugas ada-ada saja thogut (pengikut setan.red) memainkan pikiran remaja. hingga dalam waktu 3 jam hanya setengah jam mengerjakan tugasnya, selebihnya mencari film-film porno,”katanya.
Apalagi saat ini menyebar ditengah masyarakat film beradegan panas yang diperankan Ariel Peterpan, hingga disebut-sebut ada 32 kasus perkosaan terjadi setelah menonton film panas ini. Karena itu, film tersebut menjadi kekhawatiran bagi orang tua mengenai moral yang dihasilkan dari menonton film tersebut. “Film porno itu merupakan teror yang luar biasa bagi orang tua yang memiliki anak gadis,”tegasnya.
Karena itu lanjut Umar, pelaku pornografi maupun pornoaksi harus diposisikan sebagai teroris, mengingat dari dampak yang cukup besar. Karena itu juga, dalam proses pemberantasan pelaku pornografi ini harus sama dengan pelaku teroris. Jika dalam penanganan teroris tidak diberlakukan praduga tidak bersalah, begitu juga sebaliknya dengan pemberantasan pelaku pornografi ini. “Untuk memberantas pelaku pornografi ini harus ada detasemen khusus yang menanganinya seperti detasemen 99. Sehingga dapat mempercepat proses kasus ini. Jika teroris tidak menggunakan praduga tidak bersalah sedangkan pelaku pornografi masih menggunakan. Teror yang luar biasa bagi orang tua yang memiliki anak gadis,”jelas Umar.
Masih dikatakan pria alumni HMI Cabang Palembang ini, keberadaan teknologi ditengah masyarakat juga menjadi polemik. Keberadaan teknologi tersebut boleh diibaratkan pisau bermata dua, jika orang memilih pisau bagian tajam, diibaratkan penyimpangan teknologi. “Nah karena itu remaja harus memilih pisau yang bagian tidak tajam,”ibaratnya.
Sementara itu Ustadz Luthfi Izzudin Ketua Fatwa MUI Sumsel mengatakan, proses percepatan pengungkap video Ariel tersebut harus dilakukan, karenanya moralitas bangsa dan Undang-undang yang tegas mendukung percepatan pengungkapan tersebut. “Karena itu umat akan paham dan tidak meraba-raba,”katanya.
Begitu juga dengan proses hukumnya, baginya pengungkapan video ini seyogyanya harus dilakukan seperti polri mengungkap terorisme. “Kita tidak berburuk sangka dengan mengatakan aparat kita seakan mengulur-ulur kasus ini. Jika teroris begitu cepat di tembak mati, sedangkan pornografi ini tidak. Padahal dampak yang dihasilkan luar biasa bagi moral remaja kita,”jelasnya.
Rian Hidayat Ketua Lembaga Dakwah Kampus (LDK) An Najm Bina Husada mengatakan, saat ini moralitas remaja sangat memprihatinkan, di tambah lagi maraknya video yang tengah masyarakat. “Dalam Islam sendiri di kenal Ghozulul Fikri (Perang pemikiran.red), karena itu harus ada benteng untuk melawan perkembangan video itu,”tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut